Sabtu, 08 September 2012

Aku Sakit Karenamu, Gigi

"Aw!"

Dengan cepat kutoleh sosok perempuan di sampingku, Gea.

"Kenapa?"

Gea menggeleng.

"Kegigit nih," jawabnya sambil memegangi bibirnya.

"Makanya, kalau makan itu dinikmati, gak usah buru-buru gitu deh," kataku.

Gea hanya tertawa.

"Sama kayak hidup, ya?"

Aku berhenti mengunyah.

"Apa yang sama kayak hidup?" tanyaku, tak mengerti.

"Makan. Katamu, makan harus dinikmati. Sama seperti hidup, yang juga harus dinikmati apapun kondisinya. Seneng, susah. Manis..... dan pahit."

Gea memberi penekanan pada kata terakhir yang terucap dari bibirnya, seraya matanya menerawang jauh ke langit sore.
Aku segera menangkap kemana arah perbincangan ini berbelok.

"Aku masih gak bisa ngelupain kejadian itu. Sekeras apapun aku berjuang, kepingan-kepingan memori itu terus menghantuiku, seakan ingatanku merupakan rumah ternyaman bagi mereka," ucapnya, kemudian menghela nafas. "Aku tersiksa," lanjutnya.

Aku masih ingat bagaimana mantan kekasihnya mengkhianatinya, membagi cintanya dengan perempuan hina itu. Setahun berlalu, dan Gea masih belum bisa melupakannya. Seakan jiwanya tertancap di masa itu, enggan untuk berjalan bersama raganya.

Kupandangi wajah sahabatku satu ini, masih ada sisa-sisa kesedihan di raut wajahnya. Menyembuhkan sisa-sisa itu merupakan bagian yang paling susah bukan?

"Kamu tahu? Andai sakit hatiku ini bisa kutukar-tambah menjadi sakit gigi. Aku cukup pergi ke dokter gigi untuk menyembuhkannya."

"Maka asumsikan sakitmu itu seperti sakit gigi," saranku.

"Aku sakit karenamu, gigi," ucap Gea pelan, kemudian tertawa, memecah hening. Aku hanya bisa tersenyum. Entah, dia menertawakan apa. Ucapannya karna saranku, atau dirinya sendiri yang tak kunjung menyembuhkan hatinya.

weheartit.com

2 komentar:

Anonim mengatakan...

tidaaak! aku sih gak mau sakit gigi lagi sumpaah!
:))
*korban sakit gigi yang nyiksa berbulan-bulan*
:D

Ne Margane mengatakan...

saya juga lagi sakit gigi, susah makan sampai berat badan turun :-(

Posting Komentar