Rabu, 18 Januari 2012

Hai, Masih Ingat Aku?

Tak pernah sedikit pun terlintas di benakku, kau akan menjadi salah seorang yang kukirimi surat bulan ini. Namun rasanya, takdir berkehendak berbeda. Takdir mempertemukan kita semalam, dengan suasana yang sungguh terasa ganjil bagiku. Saat mataku sekilas menangkap siluetmu, sedetik kemudian aku seperti berada di ruang waktu yang berbeda dengan tubuhku. Aku terbawa arus masa lalu. Mengenangmu. Mengenang kita. Mengenang sebuah cerita cinta, yang menguap begitu saja termakan panasnya matahari. Tak ada akhir, tak ada permulaan.

Aku lupa bagaimana awal mula perkenalan kita. Sepertinya dari friendster. Ya, friendster. Terkesan out of date sekali ya? Kita bertukar nomor. Kamu yang pertama meminta nomorku, dan aku berlonjak kegirangan. Aku menahan diriku untuk meminta nomormu, asal kau tahu. Dan ternyata set was trapped. Hubungan basa-basi di friendster pun berlanjut lebih intim. Kita terbiasa tidur dini hari, karena di atas jam 12 malam, aku terbiasa menerima panggilan telepon darimu. Kita terjaga, ngobrol ngalur-ngidul sampai tak terasa adzan Shubuh berkumandang. Setelah itu kita menutup telepon. Begitu seterusnya.

Aku tak berani mengirimimu sms di siang hari, takut mengganggu jadwal kuliahmu. Makin lama mengenal dirimu, aku tahu alasan mengapa sebenarnya kau mengajakku berkenalan. Kau seorang pebisnis! Kau ingin mengajakku berbisnis sepertimu. Tapi, apa sih yang ada di otak seorang perempuan yang masih di bangku SMA? Tentu saja aku tak berpikir sejauh itu. Bisnis apa pula itu? Aku tak mengerti. Aku kira kau akan menjauh dariku, tapi tidak. Kau tetap menghubungiku, meskipun intensitasnya tidak sering.

Aku ingat saat pertama kali bertemu denganmu. Kau mengajakku berkeliling kota, berhenti di depan sebuah konser musik di pusat kota. Bisa kubilang, kita seperti orang pacaran kau tahu. Dan aku sibuk lirik sana-sini, takut tertangkap teman sekolahku sedang berduaan bersama seorang pria. Kamu.

Singkat cerita, tak pernah ada kejelasan di antara kita berdua. Sepertinya kamu takut berkomitmen, ya? Karena tiap kali aku menyinggung tentang apa sebenarnya hubungan kita ini, kau langsung mengalihkan topik pembicaraan. Dan seiring berjalannya waktu, kisah di antara kita berhenti, begitu saja.

Sebenarnya, kau anggap aku ini apa? Perhatian-perhatian yang kau berikan, cecandaan di pagi buta, harapan-harapan di masa depan. Tak berhargakah bagimu?

Dan, ya. Semalam kita berjumpa lagi. Aku tak tahu setajam apa pandanganku sampai dapat langsung mengenalimu begitu kau melesat di samping mejaku. Sekilas kutangkap kacamata dan karakter wajahmu, yang sayangnya, sepertinya sangat kuhafal. Kejutan tak berhenti di situ. Ternyata kau tak sendiri di kedai kopi semalam. Kau bersama seorang perempuan. Entah siapa, aku tak peduli.

Aku tahu kau melihatku saat kau memasang helm di kepalamu. Mata kita bertemu. Sedetik, dan segera saja kupalingkan pandanganku. Kau lihat aku? Masih ingat aku? Kau menyesal meninggalkanku bukan? Aku telah berubah banyak sejak kau meninggalkanku. Lihatkah kau penutup rambutku? Kau lihat behelku yang makin membuat senyumku tampak manis?

Kau tak lebih dari seorang pengecut yang hanya mencari kebahagiaan dari perempuan polos sepertiku, dulu. Aku tak sabar untuk bertemu lagi denganmu, entah takdir akan berkata seperti apa. Aku ingin, kau berkata dalam hati. Damn! Aku bodoh telah meninggalkan perempuan seperti dia!
 
Salam,
Perempuan yang pernah menemani malam-malammu.
 
pictures source: weheartit.com

0 komentar:

Posting Komentar