“Aku berjanji
akan mengutarakan perasaanku padanya,”
Mataku terbuka lebar. “Bener?
Yakin?”
Dia mengangguk. “Kamu saksi dari
ucapanku ya,”
Lalu kami berdua menautkan kedua
kelingking kami dan diakhiri dengan menempelkan kedua ibu jari kami.
Setahun
berlalu sejak perjanjian sederhana itu. Seharusnya aku tahu, bahwa dia tak akan
berhasil menepati janjinya. Perasaan itu, yang menurutnya merupakan sebuah
ramun penuh serbuk-serbuk cinta, masih setia ngendon di sudut ruang hatinya. Bukan karena tak mau, namun
serbuk-serbuk cinta itu tak bisa keluar dari ruang hatinya. Pintu hatinya telah
tertutup. Sama seperti kedua matanya yang tak akan pernah terbuka lagi, tak
pernah lagi akan membagi kerlingan-kerlingan matanya seiring cecandaan yang dia
lontarkan. Dia telah pergi, membawa ikut serta serbuk-serbuk cintanya pada
lelaki itu.
**
Kuelus
perlahan batu nisan bertuliskan namanya, tanggal dimana dia dilahirkan di dunia
ini dan tanggal dimana dia harus meninggalkan dunia ini. Meninggalkan aku.
Meninggalkan lelaki pujaannya.
“Kamu
pernah bilang, janji harus ditepati bukan?” tanyaku padanya, yang bersembunyi
di dalam batu nisan ini.
“Lalu,
bagaimana jika aku mengeluarkanmu dari dalam sana, kemudian membawamu pergi ke
tempat lelaki pujaanmu, agar kau bisa mengeluarkan semua serbuk-serbuk cinta
itu?”
Aku tertawa, makin lama makin
lirih, dan kemudian tawaku hilang. Aku masih waras, tak cukup gila untuk
melakukan apa yang barusan kukatakan.
“Baiklah. Ijinkan aku mengambil
alih tugasmu, ya? Tenang, aku tak akan salah orang,” ucapku, sambil tersenyum
memegang selembar foto. Tampak sosok lelaki pujaanmu yang melebur dalam
keramaian ruang kelasmu.
“Lelaki ini, ‘kan?”. Kuarahkan
potret dirinya ke arahnya. “Baiklah, aku pergi. Aku akan mengabarimu setelah
misi ini selesai.”
**
Atma Torino. Atma Torino. Atma Torino. Kuulang terus nama lelaki
yang ada di foto ini, sambil terus mengedarkan mataku sekeliling tempat ini.
Tak banyak orang di lorong ini. Hanya ada beberapa lelaki dan perempuan yang
duduk di meja dekatku berdiri. Dapat kulihat mereka tengah berbicara dengan
nada yang berbisik, sambil sesekali melihat ke arahku. Aku tahu hal ini akan
terjadi.
Aku menoleh ke pintu ruang kelas
di sebelahku yang mendadak terbuka, dan seorang laki-laki paruh baya yang
menenteng tas kerjanya berjalan keluar diiringi mahasiswa-mahasiswinya. Dan
seketika itu pula aku menangkap sosok lelaki itu. Aku berjalan cepat mengejar
langkahnya.
“Atma!” Kuberanikan diri untuk
memanggilnya.
Atma berhenti dan berbalik.
Tubuhnya terpaku saat melihatku di hadapannya, seakan dia sedang melihat hantu.
“Ni..Nina?”
DAG DIG DUG!
Jantungku berdetak tak beraturan
saat aku memandang Atma, seperti kehilangan irama hidupku.
DAG DIG DUG!
Makin lama, makin cepat. Slows down. Ada apa dengan diriku?
DAG DIG DUG!
Nina, apakah serbuk-serbuk
cintamu sudah berpindah di hatiku? Seperti inikah perasaanmu pada lelaki di
hadapanku ini? Ninaaaa..
“Aku...aku Nena,” ucapku pada
akhirny dan aku tak mampu berkata-kata lagi.
Sejak saat itu, aku mampu
terbiasa dengan irama jantungku saat melihat Atma, lelakimu yang kini telah
menjadi lelakiku.
DAG DIG DUG! DAG DIG DUG! DAG
DIG DUG!
9 komentar:
kok merinding yah bacanya? :O
Merinding di bagian mana? :D
possesed? wah, memang bikiin merinding!
suka, baca'nya...
penasarn deh, kalo diterusin gimana ya terusan cerita'nya
:D
transplantasi...
cerita misteri tentang anak kembar yang keren :)
@ admin sekejap : hehe, bisa possesed, bisa ikatan anak kembar yang emang kuat. hehe :))
@ justdieta : terima kasiiih ^^ mungkin kalo diterusin bakalan menarik, perang antara logikanya Nena ama hatinya. Apa beneran suka Atma, atau enggak :P
@ BabyBee : transplantasi apa ya? :P hehe
@ IndahJuli : terimakasiiih ^^ :*
Kembar yang ter-possesed kayanya asik. :)
@ Putri Kania : IYA! secara tak sengaja, hihi :)
Posting Komentar